
Pemulungan kantong plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik. Menjadi semakin repot, misalnya dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekasīelanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya.

Nenek kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi disaat musim dingin. Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes. Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Setiap membawa pulang barang belanjaan,dia selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras.Suamiku memencet hidungku sambil berkata:"Putriku, kan kamu bisa berbohong.Jangan katakan harga yang sebenarnya." Lambat laun,keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.

Harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengka n kepala. Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?"Aku menjelaskannya kepada nenek: "Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira." Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa: "Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan terbiasa juga." Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga,dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan.Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu. Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan kedalam kantongnya. Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana. Suami berdiri di depan kamar yg sangat kaya dgn sinar matahari,tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata :"Mari, kita jemput nenek di kampung". Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah. Malah telah menghianati ikrar cinta yg telah kami buat selama ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput nenek di kampung untuk tinggal bersama.

Membawa nenek untuk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami, Tangga.Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat. Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah JANGAN ''NGAMBEK'' BERKEPANJANGAN PADA ORANG TERKASIH
